HeadlineNews

Eks Pejabat Bank Banten Akui Kredit Ke PT HMN Janggal

Serang, – Meski telah menerima pembayaran atas proyek yang dikerjakan, PT Harum Nusantara Makmur (HNM) tidak pernah mencicil pinjaman ke Bank Banten, hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Negeri Serang, dalam perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi
(KI) tahun 2017 sebesar Rp65 miliar.

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten menghadirkan dua orang saksi yakni Darwilis Kepala Unit Administrasi Kredit Bank Banten, dan Franki Sanjaya mantan pegawai Bank Banten.

Keduanya dihadirkan oleh JPU untuk keterangan kedua terdakwa yaitu mantan Vice President Bank Banten Satyavadin Djojosubroto dan Direktur PT Harum Nusantara Makmur (HNM) Rasyid Samsudin.

Kepala Unit Administrasi Kredit Bank Banten, Darwinis mengatakan jika PT HNM mengajukan kredit sebanyak dua kali. Kredit pertama untuk modal kerja dan investasi pengerjaan jalan tol di Palembang Sumatera, dengan nilai kredit yang setujui sebesar Rp 25 miliar.

“KI (kredit investasi-red) Rp 12 miliar, KMK (kredit modal kerja-red) Rp 13 miliar. Untuk pengerjaan proyek jalan tol,” katanya kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo disaksikan, JPU Kejati Banten, terdakwa dan kuasa hukumnya, Rabu (5/10).

Namun, Darwinis menjelaskan PT HMN tidak pernah membayarkan pinjaman pokok ke Bank Banten. Padahal proyek pekerjaan jalan tol kontrak kerja antara PT HMN dan PT Waskita sudah selesai dikerjakan, dan telah dibayarkan.

“Pekerjaan sudah dilakukan (proyek jalan tol-red), sudah ada pembayaran dari PT Waskita. Pembayaran seharusnya ke Bank Banten (perjanjian kredit -red), tapi pembayaran dilakukan di Bank BRI Milik Rasyid,” jelasnya.

Meskipun bermasalah, Darwinis mengungkapkan PT HMN kembali mengajukan pinjaman dan disetujui oleh Bank Banten, dengan nilai kredit sebesar Rp50 miliar.

“SPK-nya berbeda (anggunan kedua berbeda dengan anggunan kredit pertama-red) untuk pengadaan tiang pancang impor dari Malaysia,” ungkapnya.

Darwinis menegaskan untuk pemberian kredit kedua ini, ada beberapa catatan karena masih dalam pembahasan. Akan tetapi pemberian kredit tersebut tetap disetujui secara aklamasi oleh Direktur Bank Banten. Namun dirinya tidak menyebut sosok direktur Bank Banten tersebut.

“Ada beberapa catatan misalnya, jenis kredit masih dalam pembahasan karena bukan kredit modal tapi kredit kontruksi stand by loan. Ada beberapa catatan tapi, secara aklamasi direktur memutuskan untuk disetujui,” tegasnya.

Padahal, Darwinis menambahkan secara aturan PT HMN tidak boleh mendapatkan tambahan kredit, sebab kredit pertama sebesar Rp25 miliar belum dilunasi, bahkan belum dilakukan pembayaran sekalipun.

“Ada tambahan sekitar Rp 50 miliar, harusnya SPK pertama ini lunas dulu,” tambahnya.

Sementara itu, mantan pegawai Bank Banten Franki Sanjaya mengatakan jika mengenar terdakwa Rasyid pada saat dirinya menjabat sebagai Analis Kanwil dan Penyelesaian Kredit di Bank Banten.

“Pak Vadin (Satyavadin-red), saya dikenalkan sama pak Rasyid. Waktu bertamu ke ruangannya pak Vadin, waktu itu menjabat sebagai Divisi Komersial di DKI,” katanya.

Franki menambahkan dalam pertemuan itu Satyavadin menyebut jika Rasyid merupakan nasabahnya di Bank Jawa Barat (BJB). Kemudian menginfokan terkait pengajuan kredit oleh PT HMN.

“Dalam mekanisme pengajuan awal itu dibuatkan lah memorandum analisa bersama, kemudian pak Vadin menginstruksikan Memorandum Analisa Kredit atau MAK (dibuatkan-red),” tambahnya.

Franki menegaskan didalam isi Memorandum Analisa Kredit, PT HMN selaku perusahaan yang mengajukan kredit diharuskan menyerahkan dokumen kontrak secara lengkap.

“Catatan lain terkait KI. Pembiayaan KI ada syarat khusus, harus meyerahkan kontrak spesifik,” tegasnya.

Hingga berita ini ditulis, sidang kasus dugaan korupsi kredit macet oleh PT HMN ke Bank Banten masih berjalan.

Penulis:WR

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *