Hukrim

Korupsi Pengadaan Jasa Keamanan, Mantan Direktur RSU Tangsel Divonis 2 Tahun 6 Bulan

SERANG – Mantan Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Ida Lidia divonis 2 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Rabu (29/1).

Ida dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pada pengadaan jasa keamanan unit pelayanan teknis (UPT) di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangsel senilai Rp2,8 miliar.

Perbuatan Ida dianggap telah memenuhi unsur Pasal 3 Undang- undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Vonis majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya pada Senin (6/1) lalu Ida dituntut dua tahun penjara dengan denda senilai Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Tetapi, Ida tidak diwajibkan membayar uang pengganti lantaran dinilai tidak menerima uang hasil korupsi.

“Ida Lidia ternukti secara sah dan meyakinakan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan,” kata Yusriansyah saat membacakan putusan.

Perbuatan Ida menyebabkan kerugian negara dan melawan program pemerintah dalam memberantas korupsi sebagai alasan yang memberatkan tuntutan pidananya.” Yang memberatkan terdakwa melakukan penyalahgunaan jabatan, terbukti Perbuatan tidak mendukung program pemerintah dan tidak mengakui perbuatannya,” katanya.

Lima terdakwa lain dituntut pidana berbeda. Anggota Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) Tangsel Andhy Krisnapati, Irvan Octavian, dan Ahmad Bazury masing-masing divonis 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider 1 bulan.

Sementara anggota Pokja ULP Wawan divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Kemudian, Direktur PT Estetika Guna Prima (EGP) Baihaqi Djasman selaku pelaksana proyek divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 2 bulan. Selain itu terdakwa diwjibkan membayar uang pengganti Rp 112 juta atau harta bendanya disita.

Perkara tersebut bermula pada Februari 2013. Ida saat itu menjabat sekretaris Dinkes Tangsel menghubungi kepala Dinkes Tangsel Dadang M Epid untuk membahas lelang jasa keamanan. Ida kemudian diarahkan Dadang untuk menemui Kabid Sumber Daya Kesehatan dan Promosi Dinkes Tangsel Mamak Jamaksari.

Namun, saat dihubungi, Mamak mengaku masih menunggu arahan dari pimpinan. Soalnya, proyek tersebut sudah di-plotting atau sudah ditentukan pemenanganya. Atas perintah Dadang M Epid, Gunawan dan Mamak Jamaksari bertemu dengan Baihaqi di kantor Dinkes Tangsel. Saat itu, Baihaqi dinyatakan sebagai pemenang lelang. Penunjukan Baihaqi tersebut diketahui Ida selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Untuk memenangkan Baihaqi, Mamak Jamaksari menerima dokumen perusahaan PT EGP. Dokumen perusahaan tersebut diserahkan kepada Wawan untuk diteliti.

Setelah diteliti, Wawan membuat checklist kekurangan PT EGP. Dokumen tersebut kemudian diserahkannya ke Baihaqi untuk dilengkapi. “Baihaqi memberikan amplop berisi uang Rp500 ribu kepada Wawan (setelah menerima dokumen),” kata Rudy.

Saat pekerjaan tersebut dilelang ada 32 perusahaan mendaftar. Dari puluhan perusahaan tersebut, perusahaan Baihaqi yang kemudian dimenangkan. Sesuai kontrak, Baihaqi mempekerjakan 116 orang sebagai satpam. Namun, ratusan saptam tersebut diketahui tidak menerima upah yang sesuai dengan kontrak. Mereka mendapat upah di bawah UMK Kota Tangsel yang saat itu senilai Rp2,3 juta.

Selain gaji yang bermasalah, biaya Jamsostek, seragam, peralatan jaga seperti senter juga tidak sesuai dengan kontrak sehingga menimbulkan kerugian negara Rp1,176 miliar lebih. “Akibat perbuatan terdakwa (Ida-red) dan terdakwa Wawan telah menguntungkan terdakwa Baihaqi Djasman senilai Rp1.176.106.706,” kata Rudy.

Penulis :WR

Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *